Dalam dunia kerja saat ini, ada kecenderungan untuk mengaitkan kerja keras dengan moralitas. Orang-orang cenderung menganggap individu yang bekerja keras sebagai orang yang baik dan bermoral, bahkan jika usaha yang mereka lakukan tidak menghasilkan sesuatu yang berarti secara sosial. Pembahasan kali ini mengupas fenomena yang disebut sebagai “pemoralan usaha” (effort moralization) dan bagaimana hal ini mempengaruhi lingkungan kerja dan budaya kita.
Pemoralan Usaha dan Hubungannya dengan Moralitas
Studi menunjukkan bahwa orang-orang cenderung menganggap individu yang bekerja keras lebih kompeten dan bermoral. Misalnya, dalam sebuah penelitian, partisipan diberikan dua kisah tentang pekerja bernama Anto. Setengah dari partisipan mendengar bahwa Anto memilih untuk pulang dan tetap menerima bayaran sesuai kontraknya, sementara setengah lainnya mendengar bahwa Anto memilih untuk terus bekerja meskipun pekerjaannya bisa diotomatisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang mendengar bahwa Anto terus bekerja melihatnya sebagai kurang kompeten, tetapi mereka juga melihatnya sebagai orang yang bermoral dan dapat dipercaya.
Pemoralan Usaha di Berbagai Budaya
Pemoralan usaha ditemukan dalam budaya di seluruh dunia. Sebuah studi menemukan bahwa di Korea Selatan, di mana budaya kerja sangat kuat, individu yang bekerja keras juga dianggap lebih bermoral dan menjadi mitra kerja yang lebih baik. Hal yang sama juga terjadi di Prancis, di mana individu yang bekerja keras dinilai sebagai orang yang memiliki kualitas moral yang baik.
Bahkan dalam budaya Hadza, suku pemburu-pengumpul di Tanzania, orang-orang juga mengaitkan kerja keras dengan moralitas. Ketika ditanya tentang kualitas yang berkontribusi pada karakter yang baik, orang-orang Hadza menyebutkan kemurahan hati dan kerja keras sebagai dua hal yang paling penting.
Implikasi Pemoralan Usaha dalam Lingkungan Kerja
Pemoralan usaha memiliki implikasi yang kompleks dalam lingkungan kerja. Di satu sisi, menghargai usaha individu dalam pekerjaan dapat memotivasi mereka untuk terus memberikan kontribusi ekstra dan menjadi mitra kerja yang baik. Namun, di sisi lain, pemoralan usaha juga dapat menciptakan insentif yang tidak sehat.
Misalnya, dalam budaya kerja yang mementingkan usaha semata-mata, ada orang yang mungkin cenderung mengabaikan hasil atau produktivitas pekerjaannya. Mereka mungkin lebih fokus pada menunjukkan sejauh mana mereka bekerja keras daripada mencapai hasil yang bermakna. Hal ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang bersaing dan memicu perlombaan tanpa henti untuk menunjukkan betapa kerasnya setiap individu bekerja.
Workism: Ketika Pekerjaan Menjadi Identitas
Salah satu faktor yang memperkuat pemoralan usaha adalah apa yang disebut “workism”. Workism adalah pandangan bahwa pekerjaan bukan hanya sebagai sumber penghasilan, tetapi juga sebagai sumber identitas dan pemenuhan diri. Dalam budaya workism, individu mengaitkan nilai diri mereka dengan pekerjaan mereka dan melihat pekerjaan sebagai jalan untuk mencapai aktualisasi diri.
Workism dapat memperkuat pemoralan usaha karena individu cenderung menganggap kerja keras sebagai cara untuk membuktikan nilai diri mereka dan mencapai tujuan hidup mereka. Namun, workism juga dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan ketidakseimbangan dalam kehidupan individu. Mereka mungkin mengorbankan waktu luang, hubungan sosial, dan kesehatan mental mereka demi menunjukkan sejauh mana mereka bekerja keras.
Mengatasi Pemoralan Usaha
Untuk mengatasi pemoralan usaha yang berlebihan dalam lingkungan kerja, perlu adanya keseimbangan antara menghargai usaha individu dan mencapai hasil yang bermakna. Fokus harus dialihkan dari seberapa keras seseorang bekerja menjadi apa yang mereka hasilkan atau capai melalui usaha tersebut.
Perubahan budaya di tempat kerja juga perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan workism dan mendorong keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Perusahaan dapat mempromosikan praktik kerja fleksibel, menghargai keberagaman aktivitas di luar pekerjaan, dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan karyawan secara menyeluruh.
Kesimpulan
Pemoralan usaha adalah fenomena di mana kerja keras dikaitkan dengan moralitas dan kemampuan individu. Meskipun ada manfaat dalam menghargai usaha individu, pemoralan usaha juga dapat menciptakan tekanan dan insentif yang tidak sehat dalam lingkungan kerja. Itulah sebabnya perlu menyeimbangkan antara menghargai usaha dan mencapai hasil yang bermakna serta mengurangi tekanan workism. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan bagi semua orang.