Perjanjian kredit sebagai suatu persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain (debitur) tunduk kepada kaidah-kaidah Hukum Perdata.
Dalam hukum perdata, khususnya Hukum Perjanjian, dikenal istilah “Sistem Terbuka” yang mempunyai arti memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi dan berbentuk apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum dan/atau kesusilaan.
Perjanjian kredit yang dibuat secara sah berlaku sebagai ketentuan yang mengikat bagi debitur dan bank. Hal ini berarti bahwa perjanjian kredit dimksud akan “mengikat” debitur dan bank seperti undang-undang.
Sehubungan dengan kesahan suatu perjanjian kredit, perlu juga diperhatikan ketentuan aturan bea meterai, di mana untuk perjanjian kredit, harus dipenuhi “Bea Meterai Kredit”-nya agar surat perjanjian kredit dimaksud dapat dijadikan sebagai suatu bukti tulisan yang sah. Sementara itu, untuk lampiran-lampiran dari perjanjian kredit perlu dibubuhi meterai tempel dan ditandatangani di atasnya setelah diberi tanggal yang sesuai dengan tanggal penandatanganan.
Tanda tangan para pihak merupakan bukti persetujuan para pihak untuk bertanggung jawab di kemudian hari atas segala akibat sesuatu yang telah disetujui. Persetujuan pinjam-meminjam yang dituangkan dalam surat perjanjian kredit wajib diikuti dengan suatu jaminan.
Jaminan dimaksud dapat berupa hak kebendaan, yang untuk itu diperlukan perjanjian pengikatan jaminan. Pengikatan jaminan ini merupakan Perjanjian Accessoir, yaitu bergantung kepada persyaratan perikatan pokok-pokoknya, dalam hal ini perjanjian kredit dimaksud.