Pertama kali kita harus melakukan budgeting dengan baik. Jadi budgeting itu sebetulnya membantu kita dalam membuat rencana pengeluaran setiap bulannya. Kita tahu dengan pasti setiap bulan penghasilan kita akan digunakan untuk berbagai pos-pos keuangan. Yang kedua pada saat kita bergaji pas-pasan, maka budgeting yang kita pilih sebaiknya sederhana saja. Kalau saran saya membagi menjadi tiga yaitu konsep living, saving dan playing.
Living biasanya memakan 50% dari penghasilan kita, saving 30% dari penghasilan dan sisanya yang 20% bisa kita gunakan untuk playing. Untuk kita bisa tetap disiplin, maka tetap saya sarankan untuk menggunakan pembagian rekening. Kalau gajinya masih pas-pasan, kita bisa bagi hanya 2 saja. Jadi yang satu adalah rekening tabungan yang kita gunakan untuk menampung gaji kita, kemudian kita gunakan untuk membayar tagihan dan sebagainya – kartu debit dll, sekaligus tempat kita menyimpan untuk dana darurat. Nah, satunya lagi kita bisa menggunakan dompet elektronik yang biasa digunakan untuk hal-hal kekinian ataupun shopping online.
Pada saat penghasilan kita mungkin masih terbatas, maka kita harus melakukan skala prioritas yang dimulai dari sesuatu yang sifatnya sangat primer. Primer itu apa sih? Sebenarnya dari zaman dulu, nenek moyang kita selalu bilang yaitu sandang, pangan, papan. Jadi yang kita harus penuhi adalah untuk makan harian kita, kemudian pakaian kita dan yang terakhir pastinya adalah untuk tempat kita tinggal. Tempat tinggal ini bisa saja kita beli sendiri atau kalau misalnya masih berpenghasilan terbatas, kita bisa sewa atau ngekos.
Setelah kita melakukan semua prioritas itu, maka kita harus tentukan di antara semua itu apa yang perlu dipenuhi. Jadi sebisa mungkin kita mengurutkan dengan kemampuan finansial kita. Dari konsep budgeting yang tadi kita sudah share di awal, maka kita akan tahu sebenarnya kita tuh mau beli makanan seharga berapa. Karena makanan seharga Rp100.000 bisa menjadi mahal banget untuk mereka yang penghasilan bulanannya Rp5.000.000, tapi bisa menjadi hanya jajan sederhana saja untuk mereka yang mungkin penghasilan 50 juta per bulan.
Kesalahan dalam pengaturan keuangan
Yang paling pertama pastinya adalah kita hidup di luar kemampuan finansial kita, dan kadang bukan untuk memenuhi kebutuhan kita tetapi supaya bisa diterima di masyarakat. Itu kesalahan yang paling pertama sekali yang menurut saya banyak terjadi, terutama mereka yang ada di kota-kota besar. Kedua adalah tidak main full pada saat melakukan pembelanjaan, contohnya para perempuan beli skin care bisa banyak banget sampai mungkin kadaluarsa. Atau misalnya beli banyak aksesoris anting dll, padahal kupingnya hanya dua. Nah, kesalahan yang ketiga itu biasanya masalah utang. Jadi kita dengan mudahnya, apalagi kondisi digital sekarang yang mungkin tidak perlu pakai kartu kredit tapi bisa pakai pinjaman online hanya dengan klik cicilan atau klik bayar belakangan.
Dengan begitu ingin langsung memilikinya, meski mungkin kita belum sanggup secara finansial. Akan tetapi, karena adanya bantuan tambahan untuk pembayaran tersebut, membuat kita menjadi tidak bijaksana pada saat melakukan pembelanjaan; kita pikir bisa dibayar nanti belakangan tanpa kita sadari pada akhirnya mungkin cicilan atau kewajiban kita menjadi menumpuk. Pertama-tama kecil, lalu terjadi selama beberapa bulan dan pada akhirnya tanpa kita sadari mungkin setengah dari penghasilan kita, kita gunakan hanya untuk membayar cicilan yang sebetulnya sudah kita nikmati di masa-masa lalu.
Yang paling terakhir itu mungkin karena generasi yang sekarang ini sedang produktif adalah generasi milenial. Mereka itu umumnya orang-orang kreatif dan punya karakteristik ingin merasakan banyak hal baru, bosenan dsb. Generasi milenial lebih menyukai pembelian yang sifatnya experience. Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan kebijakan dari diri masing-masing pada saat melakukan pembelian. Pada akhirnya mereka terperangkap dengan berbagai situasi konsumerisme, yang ternyata tidak bisa dijual. Kenapa? Karena semua yang dibeli itu sifatnya pengalaman.
Kendala yang dihadapi oleh mereka yang bergaji pas-pasan
Yang pertama adalah belanja. Ini memang karena semua orang suka belanja dan sangat mudah dilakukan hanya dengan “sekali klik”. Dengan begitu, sulit untuk bisa disiplin dengan keuangan pribadi nya masing-masing. Yang kedua itu ternyata adalah cicilan. saya juga mendapati kalau misalnya kita masih berstatus cicilers untuk berbagai hal yang sifatnya konsumtif, maka kita akan kesulitan untuk mencapai kondisi yang disebut kebebasan finansial. Ya gimana tidak, yang namanya kita punya penghasilan langsung habis hanya untuk berbagai cicilan. Kalau cicilannya adalah cicilan yang sifatnya konsumtif tapi memiliki nilai tinggi seperti KPR, ya mungkin masih wajarlah (karena nilainya terus meningkat). Yang bahaya itu adalah kalau tujuan kita adalah untuk hal-hal yang sifatnya pengalaman dan sebagainya, sehingga itu menjadi kendala yang paling mendasar.
Yang ketiga sebetulnya adalah kesulitan untuk menahan diri. Kenapa? Karena menabung dan berinvestasi itu sebetulnya tidak menyenangkan, boring, karena butuh waktu hingga akhirnya mencapai kenikmatan tersebut; kebanyakan orang maunya instan. Terakhir itu ternyata adalah pressure, fear of missing out, yang membuat kita banyak melakukan pembelian yang sebetulnya tidak membuat kita benar-benar mencapai apa yang disebut true happiness.